Salam
postif, aktif, dan kreatif! Lembaga Pers Mahasiswa Universitas
Singaperbangsa Karawang (LPM UNSIKA) kembali menerbitkan Buletin Suara
Unsika. Buletin ini merupakan edisi ke-26.
Jumat, 11 Desember 2020
Buletin Suara Unsika Edisi 25
Salam
postif, aktif, dan kreatif! Lembaga Pers Mahasiswa Universitas
Singaperbangsa Karawang (LPM UNSIKA) kembali menerbitkan Buletin Suara
Unsika. Buletin ini merupakan edisi ke-25.
Senin, 30 November 2020
Selasa, 05 Mei 2020
Buletin Suara Unsika Edisi 24
Minggu, 19 April 2020
Amunisi Literasi Indonesia Kocar-kacir
KARAWANG ---
Tahun 2018, PISA (Programme for
International Student Asessment) melakukan penelitian pada siswa SMP
terkait minat literasi pada disuatu negara. Fakta mengejutkan muncul. Finlandia
sebagai negara yang digadang-gadang mempunyai sistem pendidikan terbaik di
dunia hanya menempati posisi 7 besar dengan skor 520. Cina berhasil menjadi
garda pertama dengan melampaui skor yang telah ditetapkan oleh PISA. Dengan
skor 555 Cina mampu melampaui USA dan Jepang. Data ini menjadi luka yang terus
menerus membengkak bagi Indonesia jika tidak ada upaya untuk mengobati.
Penulis: Laura Magvira
Mirisnya, skor Indonesia dalam
rentang waktu 2000-2018 tidak menunjukan peningkatan yang signifikan. Survei
terbaru menunjukan Indonesia diperingkat 72 dengan jumlah negara peserta 79.
Nusantara masuk rangking 10 terbawah dengan skor 371. Minimnya melek literasi
membuat PISA memberi simpulan bahwa siswa di Indonesia belum mampu diajak
berpikir kritis dan analisis sebagai tuntutan perkembangan peradaban.
Banyak faktor yang ada ketika luka
ini terus membengkak salah satunya minimnya fasilitas penunjang kebutuhan
literasi. Dalam hal ini, semua pihak harus terllibat. Mulai dari instansi
terkait, komunitas penggiat literasi, dan lingkungan masyarakat sekitar agar
tercipta kenyamanan dalam mengobati keterpurukaan ini. Pemerintah atau instansi
terkait wajib mengoptimalkan perpustakaan yang ada. Salah satunya dapat
memanfaatkan perkembangan teknologi yang ada yaitu dengan membuat
e-perpustakaan. Hal ini efektif karena masyarakat sudah akrab dengan teknologi
khususnya generasi milenial. Selain itu pemerintah juga harus memperbaiki
prasarana yang ada. Dengan menambah dan memperbarui buku-buku bacaan di
perpustakaan atau tempat penunjang lainnya. Sebagaian masyarakat enggan ke
perpustakaan karena dianggap tidak menarik, masalah ini menjadi kekuatan agar
dapat lebih baik lagi.
Peran lain yang dapat dilakukan
yaitu dengan menerapkan kegiatan wajib membaca di sekolah sebelum mata
pelajaran dimulai. Kebijakan ini sudah mulai diterapkan tetapi dalam
pelaksanaannya kurang efektif. Guru sebagai orang tua siswa di sekolah harus
mempunyai kesadaran lebih. Dengan menggiring siswa agar minat kepada literasi.
Minimal 15 menit sehari dengan agenda rutin, dapat membantu siswa agar menyukai
kegiatan literasi dan hal tersebut akan
berdampak pada daya kritis anak.
Diri sendiri sebagai alat pengontrol
diri mempunyai andil yang sangat penting. Jika kedua langkah di atas sudah
dilakukan tetapi dalam diri setiap individu belum ada kesadaran akan menjadi
hal yang sia-sia. Indonesia tidak bisa menjadi maju jika setiap individu hanya
bermimpi mengubah dunia tapi tidak pernah mengubah diri sendiri. Seperti sajak
antonim yang penah ada. Berbunyi : ketika
masih muda dan bebas berimajinasi. Saya bermimpi mengubah dunia. Seiring dengan
bertambah usia saya mendapati dunia tidak berubah. Saya pun menyederhanakan
keinginan saya dan memutuskan mengubah negeriku saja, tapi tampaknya tak ada
yang berubah pada negeri. Usia pun kian senja, usaha terakhir saya adalah
mengubah keluarga, orang terdekat, tapi lagi-lagi mereka tetap sama, tidak ada
yang berubah. Dan sekarang saya menyadari bahwa yang seharusnya yang pertama kali
saya lakukan adalah mengubah diri sendiri. Jika semua aspek tercapai dan
saling bersinergi, bukan tidak mungkin Indonesia masuk 10 besar dalam peringkat
dalam rentang waktu 10 tahun kedepan. Amunisi literasi Indonesia tidak akan
kocar-kacir dan dapat menyembuhkan luka yang ada.Penulis: Laura Magvira
Rabu, 11 Maret 2020
Resensi Film Imperfect (Karir, Cinta, dan Timbangan)
Judul:
Imperfect: Karir, Cinta, dan Timbangan
Produser:
Chand Parwez Servia dan Fiaz Servia
Sutadara:
Ernest Prakasa
Skenario:
Ernest Prakasa dan Meira Anastasia
Durasi Film:
113 menit
Perusahaan
Film: Starvision
Tanggal Rilis:
19 Desember 2019
Pemeran
Film: Jessica Milla, Reza Rahadian, Yasmin Napper, Karina Suwandi, Dion Wiyoko,
Kiki Narendra, Shareefa Daanish, Dewi Irawan, Ernest Prakasa, Clara Bernadeth,
Boy William
Film Imperfect adalah salah satu film yang kembali disutradai oleh
komika sekaligus artis yaitu Ernest Prakasa, mengambil genre romantis dan
komedi dengan pemeran utama yang diperankan oleh Jessica Milla dan Reza
Rahardian.
Film yang dirilis dan ditayangkan di seluruh bioskop tanah air pada
bulan Desember 2019 ini berdurasi selama 113 menit. Film ini diadaptasi dari
buku best seller karya Meira Anastasia yang bercerita tentang kisah cinta
gadis remaja yang merasa resah dengan keadaan fisiknya.
Film ini mengangkat isu yang dialami oleh kebanyakan gadis-gadis remaja
yang menjadi korban body shamming dan hidup di lingkungan yang memandang
kecantikan dengan standar yang ditampilkan di media. Menceritakan seorang wanita
bernama Rara (Jessica Milla) yang bekerja pada perusahaan kecantikan. Memiliki
otak yang cemerlang ternyata belum bisa membuat Rara diterima di lingkungan
kerjanya.
Walaupun lingkungan Rara menyudutkannya atas keadaan fisiknya, tapi tidak
dengan Dika (Reza Rahardian) yang memandang Rara bukan hanya sekedar dari fisiknya
dan selalu mendukung apapun yang Rara lakukan. Namun, dukungan dari Dika
ternyata belum cukup untuk Rara menerima dirinya dan lantas mengubah dirinya.
Namun, pada akhirnya setelah melalui lika-liku Rara berhasil menyadarkan
lingkungan sekitarnya bahwa tolak ukur seseorang bukan hanya dari paras, namun
dari hati yang paling utama, yaitu dengan mengubah insecure menjadi bersyucure.
Menurut saya, film-film seperti ini adalah film yang sangat bagus untuk
ditayangkan di layar lebar tanah air. Banyak sekali para wanita terutama pada
remaja (gadis remaja) yang banyak mengubah fisiknya demi memenuhi tuntutan
lingkungan dengan tujuan agar bisa dihargai oleh lingkungan sekitarnya.
Kelebihan dari film ini adalah mampu membawa para penonton untuk membawa
pesan-pesan di dalam film ini diterima oleh para penonton dengan enjoy, dimana
film ini mengangkat isu yang cukup sensitif namun amat sangat berhasil diterima
oleh masyarakat tanah air den dengan jokes yang ringan namun membawa
riang.
Kekurangan dari film ini menurut saya sangat minor dan sama sekali tidak mengurangi pesan-pesan dan keunikan film ini.
Penulis: Annisa Syifa Salsabila
Kekurangan dari film ini menurut saya sangat minor dan sama sekali tidak mengurangi pesan-pesan dan keunikan film ini.
Penulis: Annisa Syifa Salsabila
Kamis, 09 Januari 2020
Candi Jiwa, Lumbung Candi Hasil Tarumanegara
Karawang yang akrab dengan kota lumbung padi, ternyata menyimpan lumbung-lumbung lainnya. Salah satunya yaitu lumbung candi. Candi Jiwa yang terletak di Kecamatan Pakisjaya Karawang menjadi salah satu bukti nyatanya. Dengan luas mencapai 5 km2 dan diapit oleh sawah-sawah memesona, candi ini ternyata menyimpan sejarah hangat dengan kerajaan silam yang ada di Indonesia.
Tarumanegara, salah satu kerajaan raksaksa di Indonesia menyimpan kisah yang menarik dengan Candi Jiwa. Tidak kalah sejarahnya dengan Candi Borobudur, Candi Jiwa diprediksi menjadi salah satu candi tertua di Indonesia. Dari beberapa sumber yang ada, pembangunan candi ini antara abad ke-2 hingga abad ke-12 Masehi. Hal ini berkaitan dengan sejarah Kerajaan Tarumanegara.
Jumat, 27 Desember 2019
Jembatan Unsika Resmi dibuka, Teras bak Teras Cikapundung jadi Rencana Pembangunan Selanjutnya!
Pembangunan jembatan samping Universitas Singaperbangsa Karawang (Unsika) telah resmi dibuka pada, Jumat(27/12/19). Pembangunan jembatan ini dimulai sejak bulan agustus lalu, tepatnya Rabu (21/08/19). Cellica Nurrachadiana, Bupati Karawang memaparkan ada dua peresmian jembatan hari ini, yaitu Jembatan Unsika dan Jembatan BTB II Kec. Ciampel. Selain itu perbaikan-perbaikan jembatan lain pun masih dilakukan, "Jembatan-jembatan lain sedang dibangun oleh pemerintah Kabupaten Karawang dibantu oleh pak gubernur pemerintah Provinsi Jawa Barat, khususnya Walahar yang menjadi target RPJ, rencana pencapaian bupati & wakil bupati di periodesasi 2016-2021."paparnya.
Senin, 23 Desember 2019
Tiga Anggota Mapalaska Meninggal Dunia Saat Susur Gua
Tiga anggota Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Singaperbangsa Karawang (Mapalaska) meninggal dunia akibat air bah yang melanda saat melakukan kegiatan Pendidikan Lanjutan dalam Proses Pengambilan Nomor Anggota Tetap di Gua Lele, Kampung Tanahbereum, Desa Tamansari, Kecamatan Pangkalan, Kabupaten Karawang, pada Minggu (22/12/2019)
Berdasarkan informasi yang LPM Unsika terima dari Wasikin, KBO Satreskim Polres Karawang, korban berjumlah 3 orang atas nama Erisya Rifania (20) mahasiswi program studi Pendidikan Matematika, Alief Rindu Arrafa (19) mahasiswa program studi PBSI, dan Ainan Fatmatuzzahro (19) mahasiswi program studi Ilmu Gizi. Seluruh korban berhasil dievakuasi oleh Tim SAR Gabungan pada Senin (23/12/2019). Saat ini korban telah dilakukan otopsi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Karawang.
Hingga berita ini naikkan, keterangan mengenai kronologis kejadian masih dalam tahap pemeriksaan Satreskrim Polres Karawang. Sementara itu, untuk hasil otopsi korban akan dipaparkan bersamaan dengan press release dari Kapolres Karawang. (AD, LM, PIN)
Sabtu, 21 Desember 2019
Buletin Suara Unsika Edisi 23
Rabu, 23 Oktober 2019
Dari Becak Aku dan Keluargaku Hidup
Jumad, laki-laki tua berusia (77) tahun, kelahiran Karawang 1942 bertempat tinggal di Dusun III Kaumjaya Karawang bersama istri dan seorang anak perempuan berusia (20) tahun. Sehari- hari Jumad bekerja sebagai tukang becak untuk menghidupi keluarganya. Selain menarik becak, Jumad pun terkadang mencari botol-botol plastik bekas untuk dikumpulkan lalu kemudian dijual ke pengepul barang rongsok.
Meski hanya seorang tukang becak, Jumad memiliki keinginan untuk bisa memberikan pendidikan setinggi-tingginya untuk anaknya. Dengan kerja kerasnya ia pun berhasil menyekolahkan anaknya hingga ke Perguruan Tinggi. Namun karena kekurangan biaya, penghasilannya dari narik becak ternyata tidak mampu mencukupi kebutuhan kuliah dan rumah tangganya hingga akhirnya dengan terpaksa putrinya harus berhenti dari perkuliahan.
Dulu sebelum menikah, Jumad sempat bekerja di Jakarta sebagai tukang bersih-bersih lalu ia pindah lagi ke karawang dan bekerja serabutan. Kadang ia berjualan kerupuk di angkutan umum, atau berjualan kacang dan umbi-umbian rebus di sekolah-sekolah dan terkadang bekerja berjualan membantu kakaknya. Selain itu, ia pun pernah bekerja sebagai penjual koran, penjual kayu bakar, sebelum akhirnya bekerja sebagai tukang becak hingga saat ini.
Sejak tahun 1970-an Jumad mulai memutuskan untuk bekerja sebagai tukang becak. Bermodalkan uang tiga ribu saat itu untuk menyewa becak karena belum mampu untuk membeli sendiri. Kurang lebih selama 35 tahun ia bekerja menggunakan becak sewaan. Namun karena banyak juga orang yang nyewa seperti dirinya, terkadang Jumad tidak kebagian dan membuatnya tidak bisa bekerja.
Sekitar tahun 2005 Jumad mendapatkan sumbangan dari program pemerintah saat itu, dan cukup lumayan untuk membeli becak, sehingga ia bisa bekerja setiap hari tanpa harus berebut dengan tukang becak yang lain. Jumad biasa mangkal di dekat toko-toko, pasar, dekat gedung-gedung bioskop, atau dekat sekolah. Saat ini, ia biasa mangkal di depan Kampus Universitas Singaperbangsa Karawang.
Setiap hari ia mulai mangkal dari pukul enam pagi sampai jam dua belas siang. Menurutnya, saat ini jarang sekali ada orang yang mau menggunakan jasa becak, meskipun ia mangkal dekat kampus dan sekolah. Namun semenjak adanya ojek online, mahasiswa maupun anak sekolah lebih sering menggunakan jasa ojek online dibanding menggunakan becak. Kalau pun ada biasanya hanya mengangkut barang ketika ada mahasiswa yang pindahan kontrakan atau ngangkut belanjaan dari toko-toko ke perumahan- perumahan.
Penghasilannya setiap hari tidak menentu, kadang ia membawa pulang Rp20.000 sampai Rp30.000 biasanya akan lebih besar jika ada yang pindahan, ia bisa mendapat uang sekitar RP50.000 sampai RP200.000 tergantung banyak sedikitnya barang yang diangkut, bahkan sering ia tidak mendapat penumpang sama sekali sehingga terpaksa ia harus pulang dengan tangan kosong. Namun bagi Jumad, diusianya yang kini semakin tua menarik becak bukan lagi hanya untuk sekadar pekerjaan. Tetapi baginya menarik becak merupakan salah satu bentuk ia menikmati hidup.
Penulis: Suherni
Meski hanya seorang tukang becak, Jumad memiliki keinginan untuk bisa memberikan pendidikan setinggi-tingginya untuk anaknya. Dengan kerja kerasnya ia pun berhasil menyekolahkan anaknya hingga ke Perguruan Tinggi. Namun karena kekurangan biaya, penghasilannya dari narik becak ternyata tidak mampu mencukupi kebutuhan kuliah dan rumah tangganya hingga akhirnya dengan terpaksa putrinya harus berhenti dari perkuliahan.
Dulu sebelum menikah, Jumad sempat bekerja di Jakarta sebagai tukang bersih-bersih lalu ia pindah lagi ke karawang dan bekerja serabutan. Kadang ia berjualan kerupuk di angkutan umum, atau berjualan kacang dan umbi-umbian rebus di sekolah-sekolah dan terkadang bekerja berjualan membantu kakaknya. Selain itu, ia pun pernah bekerja sebagai penjual koran, penjual kayu bakar, sebelum akhirnya bekerja sebagai tukang becak hingga saat ini.
Sejak tahun 1970-an Jumad mulai memutuskan untuk bekerja sebagai tukang becak. Bermodalkan uang tiga ribu saat itu untuk menyewa becak karena belum mampu untuk membeli sendiri. Kurang lebih selama 35 tahun ia bekerja menggunakan becak sewaan. Namun karena banyak juga orang yang nyewa seperti dirinya, terkadang Jumad tidak kebagian dan membuatnya tidak bisa bekerja.
Sekitar tahun 2005 Jumad mendapatkan sumbangan dari program pemerintah saat itu, dan cukup lumayan untuk membeli becak, sehingga ia bisa bekerja setiap hari tanpa harus berebut dengan tukang becak yang lain. Jumad biasa mangkal di dekat toko-toko, pasar, dekat gedung-gedung bioskop, atau dekat sekolah. Saat ini, ia biasa mangkal di depan Kampus Universitas Singaperbangsa Karawang.
Setiap hari ia mulai mangkal dari pukul enam pagi sampai jam dua belas siang. Menurutnya, saat ini jarang sekali ada orang yang mau menggunakan jasa becak, meskipun ia mangkal dekat kampus dan sekolah. Namun semenjak adanya ojek online, mahasiswa maupun anak sekolah lebih sering menggunakan jasa ojek online dibanding menggunakan becak. Kalau pun ada biasanya hanya mengangkut barang ketika ada mahasiswa yang pindahan kontrakan atau ngangkut belanjaan dari toko-toko ke perumahan- perumahan.
Penghasilannya setiap hari tidak menentu, kadang ia membawa pulang Rp20.000 sampai Rp30.000 biasanya akan lebih besar jika ada yang pindahan, ia bisa mendapat uang sekitar RP50.000 sampai RP200.000 tergantung banyak sedikitnya barang yang diangkut, bahkan sering ia tidak mendapat penumpang sama sekali sehingga terpaksa ia harus pulang dengan tangan kosong. Namun bagi Jumad, diusianya yang kini semakin tua menarik becak bukan lagi hanya untuk sekadar pekerjaan. Tetapi baginya menarik becak merupakan salah satu bentuk ia menikmati hidup.
Penulis: Suherni
Minggu, 25 Agustus 2019
Fenomena Menjamurnya Penjual Atribut PKKMB di Depan Unsika
Bulan Agustus identik dengan bulan Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) di berbagai universitas di Indonesia. Tahap awal yang dilalui oleh mahasiswa baru adalah mengikuti kegiatan Pengenalan Kehidupan Kampus Bagi Mahasiswa Baru (PKKMB). Dalam kegiatan PKKMB tersebut biasanya pihak panitia mengarahkan peserta PKKMB untuk menggunakan atribut yang seragam. Dimulai dari nametag, pakaian hingga peralatan.
Hal tersebut dimanfaatkan oleh beberapa orang untuk berdagang di area kampus, salah satunya Egi dari Bandung. Ia menjual atribut PKKMB disaat musim PMB tiba, tak hanya berjualan di satu universitas Egi pun berkeliling menjual atribut ke universitas-universitas yang sedang mengadakan PKKMB bahkan hingga ke Kabupaten Kuningan. Ia sudah menggeluti pekerjaan ini kurang lebih sepuluh tahun, dan pekerjaan sehari-hari Egi adalah pekerja serabutan.
Fenomena penjual atribut ini amat terasa efeknya bagi warga civitas, karena posisi dari lapak penjual tersebut yang memakan sebagian badan jalan yang biasa dilalui oleh pejalan kaki. Hal itu dirasakan oleh Wahyu salah satu mahasiswa baru Fakultas Ilmu Komputer (Fasilkom), “Kadang suka mengganggu pejalan kaki, motor.” Ujarnya, ia pun menambahkan lebih memilih membeli atribut di toko sekitar rumah.
Berbeda halnya dengan Shelin salah satu mahasiswa baru Fakultas Hukum, yang menjadi salah satu konsumen dari penjual Atribut depan kampus ini, “Sekalian lewat gitu loh karena kebetulan ada, lewat tempat fotocopy gitukan, sebenernya sih ini bukan sesuatu hal yang dianjurkan. Kalau untuk saya pribadi lebih baik di tempat pribadi misalnya di kantin, di pos khusus untuk berjualan tersendiri.” Ujarnya.
Mengenai hal tersebut I. Setiawan, petugas keamanan Unsika menjelaskan bahwa teguran sudah dilakukan tetapi hanya berlaku sementara, “Kalau kita ketemu sama orang-orang umum gitu kan, menyuruh kita untuk kalau bisa jangan berjualan disitu, kita sudah konfirmasikan sama pedagannya ya tetap aja angkat sebentar terus simpan lagi, kan akhirnya kita yang bosen, kalau misalnya ada penegasan dan ada tempat-tempat untuk mereka berjualan mungkin gak akan disitu.” Paparnya.
Toto Suharto, Kepala Bagian Umum pun memaparkan alasannya mengapa tidak dilakukan penertiban, “Sekarang bukan berarti mengizinkan, kita hanya belum memberikan tindakan. Besok udah mulai kegiatannya, apa boleh buat kita harus minta bantuan satpam supaya mensterilkan di tempat-tempat yang mengganggu ketertiban.”pungkasnya. (AD)