KARAWANG ---
Tahun 2018, PISA (Programme for
International Student Asessment) melakukan penelitian pada siswa SMP
terkait minat literasi pada disuatu negara. Fakta mengejutkan muncul. Finlandia
sebagai negara yang digadang-gadang mempunyai sistem pendidikan terbaik di
dunia hanya menempati posisi 7 besar dengan skor 520. Cina berhasil menjadi
garda pertama dengan melampaui skor yang telah ditetapkan oleh PISA. Dengan
skor 555 Cina mampu melampaui USA dan Jepang. Data ini menjadi luka yang terus
menerus membengkak bagi Indonesia jika tidak ada upaya untuk mengobati.
Penulis: Laura Magvira
Mirisnya, skor Indonesia dalam
rentang waktu 2000-2018 tidak menunjukan peningkatan yang signifikan. Survei
terbaru menunjukan Indonesia diperingkat 72 dengan jumlah negara peserta 79.
Nusantara masuk rangking 10 terbawah dengan skor 371. Minimnya melek literasi
membuat PISA memberi simpulan bahwa siswa di Indonesia belum mampu diajak
berpikir kritis dan analisis sebagai tuntutan perkembangan peradaban.
Banyak faktor yang ada ketika luka
ini terus membengkak salah satunya minimnya fasilitas penunjang kebutuhan
literasi. Dalam hal ini, semua pihak harus terllibat. Mulai dari instansi
terkait, komunitas penggiat literasi, dan lingkungan masyarakat sekitar agar
tercipta kenyamanan dalam mengobati keterpurukaan ini. Pemerintah atau instansi
terkait wajib mengoptimalkan perpustakaan yang ada. Salah satunya dapat
memanfaatkan perkembangan teknologi yang ada yaitu dengan membuat
e-perpustakaan. Hal ini efektif karena masyarakat sudah akrab dengan teknologi
khususnya generasi milenial. Selain itu pemerintah juga harus memperbaiki
prasarana yang ada. Dengan menambah dan memperbarui buku-buku bacaan di
perpustakaan atau tempat penunjang lainnya. Sebagaian masyarakat enggan ke
perpustakaan karena dianggap tidak menarik, masalah ini menjadi kekuatan agar
dapat lebih baik lagi.
Peran lain yang dapat dilakukan
yaitu dengan menerapkan kegiatan wajib membaca di sekolah sebelum mata
pelajaran dimulai. Kebijakan ini sudah mulai diterapkan tetapi dalam
pelaksanaannya kurang efektif. Guru sebagai orang tua siswa di sekolah harus
mempunyai kesadaran lebih. Dengan menggiring siswa agar minat kepada literasi.
Minimal 15 menit sehari dengan agenda rutin, dapat membantu siswa agar menyukai
kegiatan literasi dan hal tersebut akan
berdampak pada daya kritis anak.
Diri sendiri sebagai alat pengontrol
diri mempunyai andil yang sangat penting. Jika kedua langkah di atas sudah
dilakukan tetapi dalam diri setiap individu belum ada kesadaran akan menjadi
hal yang sia-sia. Indonesia tidak bisa menjadi maju jika setiap individu hanya
bermimpi mengubah dunia tapi tidak pernah mengubah diri sendiri. Seperti sajak
antonim yang penah ada. Berbunyi : ketika
masih muda dan bebas berimajinasi. Saya bermimpi mengubah dunia. Seiring dengan
bertambah usia saya mendapati dunia tidak berubah. Saya pun menyederhanakan
keinginan saya dan memutuskan mengubah negeriku saja, tapi tampaknya tak ada
yang berubah pada negeri. Usia pun kian senja, usaha terakhir saya adalah
mengubah keluarga, orang terdekat, tapi lagi-lagi mereka tetap sama, tidak ada
yang berubah. Dan sekarang saya menyadari bahwa yang seharusnya yang pertama kali
saya lakukan adalah mengubah diri sendiri. Jika semua aspek tercapai dan
saling bersinergi, bukan tidak mungkin Indonesia masuk 10 besar dalam peringkat
dalam rentang waktu 10 tahun kedepan. Amunisi literasi Indonesia tidak akan
kocar-kacir dan dapat menyembuhkan luka yang ada.Penulis: Laura Magvira