Tempat Wisata di Karawang untuk Heritage
Bendungan Parisdo / Walahar
Bendungan Parisdo atau Waduk Walahar
lokasinya berada di Desa Walahar, Kecamatan Klari, Kabupaten Karawang,
merupakan bendungan yang dibangun pemerintah kolonial Belanda dan mulai
berfungsi sejak 28 November 1925.
Fungsi Bendungan Parisdo adalah untuk mengendalikan aliran Sungai
Citarum, dan menjadi sumber air bagi hampir 90 ribu hektar sawah di
Kabupaten Karawang dan Subang. Bendungan Parisdo itu masih kokoh dan
berfungsi dengan baik sampai saat ini.
Lokasi di Waduk Walahar yang paling banyak disukai untuk nongkrong
adalah di sekitar jembatan kecil berbentuk lorong yang letaknya di atas
pintu utama waduk. Tempat ini memiliki pemandangan luas ke sekeliling
Waduk Walahar. Hari Minggu jalanan di sekitar Bendungan Parisdo biasanya
macet, karena adanya pasar kaget.
Jika sudah waktunya untuk mengisi perut, di sekitar lokasi Waduk
Walahar tersedia warung-warung makanan yang menyediakan pilihan menu
ikan jambal, pepes ikan, ikan bakar, dan goreng ikan, yang harganya
cukup murah.
Situs Candi Blandongan
Lokasi Situs Candi Blandongan berada di Desa Segaran, Kecamatan
Batujaya, berjarak 45 km dari pusat Kota Karawang. Candi peninggalan
agama Buddha ini terbuat dari susunan bata merah berkuran 24,6 m x 24,6 m
dan tinggi 4,9 m.
Berbeda dengan Candi Jiwa, pada Candi Blandongan yang ditemukan tahun
1993 ini terdapat undakan pada keempat sisinya. Sebagian badan candi
masih berdiri meskipun tidak utuh dan candi terlihat cantik setelah
dipugar.
Analisa radiometri dengan menggunakan Carbon-14 pada artefak Candi
Blandongan memperlihatkan hasil yang cukup mengejutkan, karena ada
artefak yang berasal dari abad ke-2 Masehi dan yang termuda berasal dari
abad ke-12.
Selain itu pada Candi Blandongan ditemukan pula lantai cor beton yang
terbuat dari campuran batu koral, kapur kulit kerang dan pasir. Ada
pula materai utuh sejumlah 10 buah diantaranya bergambar patung Buddha
Amitabha yang diduga berasal dari abad ke 6-7, keramik Cina, gerabah,
dan beberapa fragmen perunggu ditemukan pada tahun 2011.
Situs Candi Jiwa
Candi Jiwa, yang disebut penduduk setempat sebagai Unur Jiwa, berada
di dalam kawasan Situs Batujaya, di Desa Segaran, Kecamatan Batujaya,
Karawang, Jawa Barat. Situs Candi Jiwa ditemukan pada tahun 1984 oleh
seorang petani ketika mendapati kambingnya mati di tempat ini, sehingga kemudian dikenal sebagai Unur Jiwa.
Pemugaran Candi Jiwa dilakukan pada periode 1997 sampai dengan 2004.
Bagian atap candi yang terbuat dari batu bata merah berukuran besar ini
sudah tidak ada lagi, hanya tinggal bagian kaki dan sedikit bagian atas
candi, berbentuk bujursangkar dengan ukuran 19 x 19 m dan tinggi 4,7 m.
Tidak ditemukannya undakan membuat arah hadap Candi Jiwa tidak
diketahui. Di sekeliling candi terdapat parit, dan di luarnya
dikelilingi oleh pagar.
Pada bagian atas candi peninggalan agama Buddha ini terdapat susunan
bata yang bentuknya menyerupai kelopak bunga teratai dengan struktur
melingkar di tengah berdiameter 6 m yang diduga dasar stupa atau lapik
patung Buddha. Profil kaki candi terdiri pelipit rata (patta), pelipit
penyangga (uttara), dan pelipit setengah lingkaran (kumuda). Susunan
batu batanya diperkokoh dengan lapisan perekat tipis berwarna putih yang
disebut stuco.
Candi Jiwa diperkirakan dibuat pada jaman Kerajaan Tarumanegara (400 –
600 M), lokasinya berada di tengah persawahan penduduk sekira 36 km
dari Pasar Rengasdengklok.
Situs Cibuaya
Situs Cibuaya merupakan situs peninggalan budaya Hindu yang berada di
Dusun Pajaten, Desa Cibuaya, Kecamatan Cibuaya, Karawang, sekitar 38 km
dari pusat Kota Karawang. Hingga 1993, telah ditemukan tujuh buah
reruntuhan bangunan candi di Situs Cibuaya
yang ditandai sebagai Sektor CBY 1 sampai CBY 6. Namun yang masih ada
bentuknya adalah yang dikenal penduduk sebagai Lemah Duhur Lanang, dan
Lemah Duhur Wadon. Keduanya berjarak sekitar 1,5 km.
Pada Situs Lemah Duhur Lanang terdapat sebuah Lingga berukuran tinggi
111 cm dan berdiameter 40 cm yang tidak menancap pada Yoni, namun
ditancapkan di dalam tanah di tengah reruntuhan bangunan candi yang
terbuat dari susunan bata merah berukuran 9 x 9,6 m dengan tinggi 2 m.
Ketika ditemukan, Lingga tergeletak di kaki bangunan.
Lingga ini memiliki bentuk persegi (brahmabhaga) dan bundar (rudrabhaga), namun tidak ada bagian yang berbentuk segi delapan (wisnubhaga), sehingga bukan merupakan bentuk lingga yang sempurna.
Penelitian awal area Situs Cibuaya dilakukan oleh beberapa peneliti
Barat seperti Johannes Nicholas Krom, H. Kern and Jean Boisselier, dan
kemudian dilanjutkan oleh para Arkeolog Indonesia seperti Ayatrohaedi,
Edi Sedyawati, Edi S. Ekadjati dan R. Cecep Eka Permana.
Di Situs Batu Jaya ini telah ditemukan Arca Wisnu pada tahun 1951,
1957, dan terakhir tahun 1977. Arca Wisnu yang pertama ditemukan tidak
jauh dari lokasi Lemah Duhur Lanang.
Selain Lingga dan Arca Wisnu, di Situs Cibuaya juga ditemukan artefak
lain berupa beberapa buah batu pipisan, lumpang batu, serta fragmen
tembikar dan keramik.
Situs Kuta Tandingan Karawang
Lokasi Situs Kuta Tandingan berada di Desa Mulyasejati, Kecamatan
Ciampel, sekitar 38 km dari ibukota Kabupaten Karawang. Diduga situs ini
adalah peninggalan sebuah kerajaan kecil bernama Kerajaan Kuta
Tandingan Jaya yang berada dibawah pengaruh Kerajaan Pajajaran.
Konon Kerajaan Kuta Tandingan Jaya itu diperintah oleh Patih
Panatayuda, yang dibantu Patih Purnakuta dan Patih Mangkubumi, serta
penasehat Pamanah Rasa dan Jaksa Imbang Kencana. Ketika kekuasaan
Pajajaran mulai redup, Kerajaan Kuta Tandingan Jaya diambil alih oleh
Syech Maulana Yusuf dari Kesultanan Banten.
Di sekitar Situs Kuta Tandingan inilah Senopati Kertabumi III (ayah
Prabu Singaperbangsa) mendirikan Kadipaten Karawang. Daerah yang
sekarang menjadi Desa Mulyasejati dahulu dikenal sebagai udug-udug.
Tempat Wisata di Karawang untuk Alam dan Petualangan
Curug Bandung
Lokasi Curug Bandung berada di Desa Mekarbuana, Kecamatan Tegalwaru,
Kabupaten Karawang, di kaki Gunung Sanggabuana (1920 mdpl), dengan
ketinggian air terjun mencapai 25 m. Curug Bandung merupakan curug
terbesar dari rangkaian tujuh curug di aliran sungai yang sama, yang dimulai dari Curug Peuteuy dan Curug Picung.
Untuk sampai di Curug Bandung, pejalan harus berjalan kaki melewati
medan lumayan berat sejauh 3 km dari Jayanti, sebuah dusun di Desa
Mekarbuana yang sudah bisa diakses dengan kendaraan roda empat dan
jalannya beraspal, meskipun rusak di beberapa ruas. Dusun Jayanti
berjarak sekitar 40 km dari Kota Karawang, dengan melewati Pasar Loji
terlebih dahulu.
Meskipun jarak tempuhnya lumayan jauh, Curug Bandung tampaknya cukup
populer dikalangan pejalan, karena adanya para penjaja makanan dan
minuman di sekitar curug, meskipun kabarnya belum ada fasilitas
pendukung yang memadai.
Lokasi Curug Bandung berada dalam satu jalur dengan tempat wisata
lain di kaki Gunung Sanggabuana, yaitu Kampung Wisata Cigentis, Curug
Cigentis, Batu Tumpang, Curug Peuteuy, Curug Cipanundaan, dan Curug
Cikarapyak.
Curug Cigentis
Curug Cigentis merupakan air terjun indah setinggi 25 m andalan
wisata Karawang yang lokasinya berada di kaki Gunung Sanggabuana, pada
ketinggian 1000 mdpl. Curug Cigentis masih masuk dalam wilayah Desa
Mekarbuana, Kecamatan Tegalwaru, Kabupaten Karawang, sekitar 44 km dari pusat Kota Karawang.
Akses ke lokasi cukup menantang, terutama setelah melewati Pasar Loji
sampai ke Dusun Jayanti, dimana jalanan cukup sempit, menanjak, dan
beberapa ruas jalan dalam keadaan rusak, sehingga baik pengendara mobil
maupun motor harus berhati-hati. Mobil dan motor dititipkan di Dusun
Jayanti, lanjut dengan berjalan kaki sejauh sekitar 2 km untuk sampai di
loket Curug Cigentis.
Lokasi Curug Cigentis berada dalam satu jalur dengan Kampung Wisata
Cigentis, Batu Tumpang, Curug Peuteuy, Curug Cipanundaan, Curug
Cikarapyak dan Curug Bandung.
Di sekitar Curug Cigentis ada cukup banyak warung makanan. Ada pula
kamar ganti dan mushola, sehingga sangat memudahkan bagi pejalan. Jika
kemalaman, pejalan bisa menginap di salah satu rumah penduduk, atau
memasang tenda, atau menyewa villa di Kampung Wisata Cigentis.
Curug Cikarapyak
Lokasi Curug Cikarapyak berada di Kutamaneuh Desa, Kecamatan
Tegalwaru, berjarak sekitar 42 km dari Kota Karawang. Akses ke Curug
Cikarapyak yang berada di aliran sungai yang sama dengan Curug
Cipanundaan namun lebih ke hulu ini kabarnya sangat berat, hanya saja dikompensasi dengan pemandangan sepanjang jalan sangat alami dan indah.
Tampaknya belum ada pejalan yang berkunjung ke Curug Cikarapyak,
lantaran tidak ditemukan tulisan yang lebih detil tentang curug ini, dan
belum ada foto yang diunggah ke web. Jalan rintisan tampaknya perlu
dibuat oleh dinas terkait di Karawang, agar Curug Cikarapyak bisa lebih
mudah diakses oleh para pejalan dan dinikmati keindahannya.
Curug Cikoleangkak
Curug Cikoleangkak berada di Desa Kutamaneuh, Kecamatan Tegalwaru,
Kabupaten Karawang, sekira 42 km dari pusat kota Karawang. Posisi Curug
Cikoleangkak berada paling atas diantara curug lain pada alur sungai
yang sama, di atas Curug Cikarapyak dan Curug Cipanundaan.
Akses ke lokasi curug dikabarkan sangat berat, tidak untuk orang
kebanyakan. Bukan hanya memerlukan stamina yang baik, namun juga
keberanian dan ketrampilan melewati hutan perawan, sungai berbatu besar,
semak belukar, dan tebing curam.
Semoga saja akses ke Curug Cikoleangkak ini bisa segera dibuka oleh
pemda setempat, sehingga keindahannya bisa dinikmati oleh kebanyakan orang.
Curug Cipanundaan
Lokasi Curug Cipanundaan berada di Desa Kutamaneuh, Kecamatan
Tegalwaru, Kabupaten Karawang, di bawah Curug Cikarapyak dan Curug
Cikoleangkak, sekitar 42 km dari pusat Kota Karawang.
Curug Cipanundaan merupakan curug bersusun tiga secara berurutan yang
ditemukan oleh penduduk setempat dan team ekspedisi Dinas Pariwisata
Karawang yang dipimpin AA Nugraha.
Akses ke Curug Cipanundaan belum dibuat, sehingga medan menuju ke
sana dikabarkan cukup berat, melewati jalan setapak, sungai, dan bibir
tebing. Semoga dinas dan pemerintah setempat bisa segera membuka akses,
setidaknya jalan setapak, agar keindahan Curug Cipanundaan ini bisa
dinikmati para peminat wisata air terjun dengan lebih mudah.
Curug Santri
Lokasi Curug Santri berada di daerah Loji, Kecamatan Tegalwaru, yang
bisa ditempuh dalam waktu sekitar 45 km dari pusat Kota Karawang.
Suasananya cukup sejuk lantaran berada di kawasan pegunungan. Ketinggian
Curug Santri mencapai sekitar 250 m, dengan akses yang cukup menantang.
Pejalan bisa naik kendaraan umum dari Pasar Djohar di Kota Karawang,
turun di Pasar Loji, dan dilanjut dengan naik ojek motor, diteruskan
dengan berjalan kaki.
Selain merupakan wisata alam, ada juga legenda terkait nama Curug
Santri yang hidup di tengah masyarakat tradisional Karawang. Legenda
Curug Santri itu menceritakan bahwa pada jaman dahulu kala terdapat lima
santri yang ditugaskan oleh gurunya untuk mencari sumber di gunung dari
sungai yang airnya masih mengalir di saat musim kemarau.
Dalam upaya menemukan sumber air inilah kelima santri itu akhirnya
menemukan sebuah curug yang sangat tinggi. Setelah menemukan air terjun
itu mereka pun lalu kembali ke pesantren dan melaporkan temuan itu
kepada gurunya. Lantaran yang menemukan curug adalah para santri, maka
air terjun itu kemudian dikenal dengan nama Curug Santri.
Danau Cipule
Lokasi Danau Cipule berada di Desa Walahar, Kecamatan Ciampel,
Kabupaten Karawang, sekitar 20 km dari Kota Karawang, 3 km dari Bendung
Walahar arah ke Selatan. Danau Cipule terbentuk dari kegiatan
penambangan pasir yang berlangsung lama. Danau yang luas dan dalam ini berada tepat di pinggiran Kali Citarum dengan panorama indah.
Ada sebuah pulau kecil di tengah Danau Cipule, dikenal sebagai Pulau
Cinta yang luasnya 2.000 m2. Untuk berkunjung ke Pulau Cinta dilakukan
dengan menumpang perahu kabel yang memakan waktu sekitar 5 menit dengan
biaya Rp 2.000 per orang.
Di Pulau Cinta terdapat saung bambu beratap rumbia menghadap ke
danau. Ada pula saung lesehan panjang, area bermain anak-anak, serta
penjual minuman dan makanan ringan.
Danau Kalimati